Jumat, 08 Juli 2011

Metamorfosis Anak ‘Punk’


Rokok, alkohol, narkotika, dan pertengkaran tidaklah asing bagiku. Bisa di katakan mereka sangat dekat denganku, layaknya sahabatku. Setiap hari yang aku lakukan nongkrong bersama teman-temanku tak lupa rokok, alkohol, dan gitar untuk ku petik. Terkadang jika aku merasa terganggu dengan sekelompok orang, aku akan mengejarnya, kepuasan aku dapat saat terjadi satu pertengkaran hebat, dan akulah pemenangnya. Aku tahu itu kebiasaan yang sangat buruk bagi pelajar SMP sepertiku, tapi kepenatanku pada keadaan di rumah membuatku betah untuk kebiasaan burukku itu, karna itu sangat melegakan fikiranku. Sempat aku berfikir, “bagaimana jika nanti orang tuaku tau kebiasaanku ini?” aah sayangnya aku tak pernah menghiraukan itu, hanya sekedar pertanyaan yang berlalu begitu saja.

Beranjak SMA aku banyak menemukan komunitasku, hingga aku pun larut dalam kegelapannya. Tak peduli sekolah, pelajaran, sikap terhadap guru, atau pun sikap selama aku berada di sekolah, yang aku bisa hanyalah membuat masalah, hingga berulang kali ku torehkan namaku di buku hitam Bimbingan Konseling (BK).

Tak jarang hinaan, caci maki ku dapat dari mulut-mulut mereka yang merasa dirinya hebat, sempurna dan lebih baik dari aku. Memang sakit, tapi ku coba mengabaikannya dengan kembali rokok, alkohol dan gitar kesayanganku. Bodoh? Sangat. Sebenarnya aku tau maksud mereka memaki, menghina, mereka ingin aku menjadi lebih baik, tapi aku menghiraukannya. Aku nyaman dengan kehidupan ku yang seperti ini sekarang, entah nanti.

Ancaman drop out (DO) pun sempat menghampiriku karna ulah nakalku yang kesekian kalinya. Itulah yang menyebabkan aku mencoba untuk sedikit lebih serius mengikuti aturan sekolah. Takut? Yaa mungkin, karna walau bagaimana pun aku memiliki tanggung jawab pada kedua orang tuaku untuk sekolahku ini. Disisi lain juga aku mulai berfikir tentang masa depanku, “akan jadi apa aku kelak jika terus seperti ini? Brandalan? Pengangguran? Yakin? Orang tua tak akan selamanya bersamaku, apa nanti aku sanggup hidup tanpa bekal ilmu?” mungkin terlambat kesadaran itu datang, tapi setidaknya terlambat lebih baik dari pada tidak sama sekali.

Beranjak kelas tiga aku mulai bisa mengontrol emosiku, memperbaiki sikapku, baik dengan guru atau pun pada lingkungan sekitar sekolahku termasuk pada mereka yang mencaci aku dulu, untuk menghilangkan image ku sebagai murid nakal, bodoh dan pemalas.

Perubahan itu membawaku menemukan seorang wanita dalam kelompokku, dia tergabung dalam komunitasku tapi dia berbeda, dia tak sama dengan anggota lainnya. Mungkin dia sudah ada sejak lama, tapi aku baru menyadarinya sekarang, saat aku mulai belajar tentang bagaimana menghargai lingkungan sekitar. Aku menyukainya, aku suka segala sesuatu yang ada pada dirinya, aku juga suka bagaimana dia menilaiku, Keysia namanya. Disaat semua orang berfikir aku hanyalah sampah yang seharusnya dilenyapkan, dia berkata, Jangan meremehkan dirimu, ada seseorang yg merasa hidupnya lebih bahagia hanya karena senyummu hari ini. Aku yakin kelebihan itu ada di balik segala kekuranganmu, gali itu dan kembangkanlah. Maka hidupmu akan jauh lebih baik, percayalah

Sekilas tentang dirinya, aku rasa Allah sengaja menciptakan dia untuk membawaku ke jalan-Nya. Tak bosan dia mengingatkanku untuk shalat, tahajud, berpuasa, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Semakin hari semakin aku menyukainya, mungkin bisa di bilang, aku cinta. Lucu sih, seorang brandalan seperti aku bisa jatuh cinta haha. Tapi bukankah itu naluri? Mencintai bukan sesuatu yang salah, sekalipun untuk brandalan seperti aku. Pesonanya tlah membuatku menjadi seorang yang melankolis, bahasa gaulnya sih “bukan gue banget”, dan karenanya juga aku bisa meninggalkan kebiasaan burukku dulu.

Seringkali ku tulis lirik lagu tentangnya, pertemuanku, kisahku, dan juga perasaanku. Tapi sayang, Kekey, ya begitulah biasanya orang menyapa, tak pernah mendengarnya, bukan karna dia tidak mau, tapi memang aku masih malu mengungkapnya. Setiap kali aku menemukan kesempatan untuk bernyanyi di depannya, tiba-tiba suaraku seperti lenyap. Yah, memang dasarnya aku masih belum bisa. Oke, mungkin lain kali.

Kira-kira 6 bulan ku pendam rasa itu, sampai saat dimana kita semua dinyatakan lulus Ujian Negara (UN),  akhirnya ku nyatatakan saja dari pada aku kehilangannya nanti dan tak pernah aku bayangkan sebelumnya, aku begitu bahagia ketika perasaannya ternyata sama, dia juga mencintaiku. Tak ada yang bisa menggambarkan bagaimana bahagianya aku, bahkan diriku pun tak sanggup.

Dia meneruskan kuliahnya di Jakarta, sedangkan aku? STSI Bandung. Jarak itu membuatku sempat ragu akan hubungan itu. Hari demi hari, waktu demi waktu, aku menjalani hidupku bersamanya. Bukan hanya bahagia, tapi juga ketenangan hati aku dapatkan darinya, ya, karna tadi itu, dia selalu membawaku mengenal Allah lebih dalam. Hingga aku sangat mempercayainya. Tapi siapa sangka, tiba-tiba saja dengan enteng dia katakan, “maaf yaa, Kekey lagi pengen sendiri, Kekey mau kita udahan aja, maaf Kekey ga bisa terus-terusan nemenin kamu. Tolong jangan mikir macem-macem tentang Kekey yang tiba-tiba ngomong gini. Ini emang keputusan yang Kekey ambil karena Kekey pengen sendiri dan fokus kuliah dulu. Mungkin nanti kita bisa sama-sama lagi, sekali lagi maafin Kekey”.

Bisakah membayangkan bagaimana sakitnya aku? Disaat aku merasa dialah pilihanku, dia pergi begitu saja. Awalnya aku masih bisa terima, ya, mungkin dia bosan pacaran. Tapi tidak saat aku tau, ternyata ada lelaki lain di balik ini semua. Dalam fikiranku saat itu, “ternyata dia tak sebaik yang aku fikir, tak jauh dengan wanita lain yang melihat tampang dan harta!” yang akhirnya menyebabkan aku kembali ke kehidupan kelamku, kebiasaan burukku.

Aku kembali dengan rokok, alkohol dan gitar kesayanganku. Aku kembali berkhayal menjadi seorang yang besar, tapi tanpa aku bergerak sedikit pun. Aku hanya terdiam memandang kotornya kehidupanku, tanpa ada sedikit pun usaha untuk mengubahnya.

Aku berusaha membagi keluh kesah ini pada teman-teman, sahabat, bahkan saudaraku. Siapa tau ada yang bisa mengobatinya. Tapi tak ada perubahan, tetap sakit ku rasa dan sayangnya kekecewaan ini pun berdampak pada perkuliahku, aku jadi malas untuk kuliah, sehingga aku memutuskan untuk keluar saja. Memang tak hanya itu, alasan lainnya adalah tubuhku yang tak kuat jika setiap hari harus seharian di kampus untuk bermain dengan alat-alat musik tradisional. Tapi kisah cintaku tetap punya andil yang paling besar.

Malam itu malam minggu, pukul dua puluh dua tepat. Aku sedang memetik gitar kesayanganku di temani oleh secangkir kopi panas. Tiba-tiba handphone yang sejak kemarin sepi itu bergetar, “siapa?” pikirku. Langsung ku raih dengan semangat, dan ternyata isi pesan itu, “Geraklah! Gimana mau lari coba kalau ga mau gerak-gerak. Malah sampe mimpi pengen terbang. Jalan aja masih jatoh-jatohan. Kalau cuma berkhayal semua orang juga bisa! Tunjukin abang bisa jadi ‘orang’ walaupun tanpa dia, bahkan mungkin bisa lebih baik setelah dia pergi. Life must go on brother!” itu bunyi sms dari saudara perempuanku, Raisha namanya. Dia juga adalah salah satu penyemangat untukku. Dari situ aku mulai berfikir, “apa aku akan terjebak disini? Dimana masa depan yang selalu aku impikan? Bagaimana aku bisa meraihnya jika tak pernah ada usaha dibaliknya?” saat itu juga aku menemukan jawabannya setelah aku berdiskusi dengan ibuku tercinta.

Aku mulai serius menapaki karir di bidang seni, musik pilihanku. Aku akan berusaha sekuat tenaga agar aku bisa sukses, aku ingin menunjukkan pada semua orang bahwa aku bisa menjadi seperti apa yang mereka harapkan. Bahkan mungkin lebih. Agar keputusan laluku meninggalkan kuliah  tidak sia-sia.

Awalnya seperti biasa, cacian ku terima dari mereka yang mengenal betul siapa aku. Termasuk sebagian teman-temanku, yang menilai ini hanyalah angan-anganku, bualan mulut besarku. Aku hanya bisa terdiam dan menundukan kepala. Dengan beribu sesal sesakkan dada tentang kelamnya masa laluku. Kini tiada cara lain, dalam hati ku berkata, ku optimis! Kebenaran bukan barang opini! Dapat ku buktikan bahwa ku bukan lagi pecundang. Memang kini ku pengecut, tak ada keras hati, dendam dan hasrat perlawanan, seperti aku yang dulu. Masa lalu yang kelam memang tidak bisa di hapus, tapi hari ini dan hari yang akan datang, kan ku ukir dengan tinta emas “AKU LAYAK HIDUP BENAR” dan kalian akan lihat, akulah pemenangnya! Mimpi itu? Bukan sekedar khayalan!” aku beruntung masih memiliki sahabat dan keluarga yang percaya bahwa ini adalah awal dari masa depanku. Mereka adalah semangatku.

Aku mulai membangun karierku, bersama ke-4 temanku yang lain, kami membentuk sebuah band. Kami memiliki mimpi yang sama oleh karena itu kami terus dan terus berlatih untuk mewujudkannya. Aliran musik yang kami ambil adalah POP, ya, POP. Sedikit terdengar lucu ya, dengan latar belakang kami yang brandal dan terbiasa dengan lagu punk, kami memutuskan mengambil aliran musik POP. Kami sepakat mengesampingkan cinta terlebih dahulu, karna kami yakin cinta akan datang dengan sendirinya jika kami sukses nanti.

Sungguh luar biasa, ini keajaiban Tuhan! Sekarang, itu semua terjawab. Kerja keras kami selama ini membuahkan hasil. Live record in MUSICA STUDIO, impian kami sejak lama bukan lagi sekedar khayalan. Ini adalah sebuah bukti, jika aku, Dior Wibisema Senjaya dan ke-4 temanku bukan lagi pecundang yang tak bisa apa-apa. Dengan karya, kami bisa menjadi sesuatu yang luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar